Cerita ini hanya fiktif belaka, Jika ada kesamaan nama tokoh, watak dan tempat kejadian itu semua ketidaksengajaan :)
Semua Akan Indah Pada Waktu nya
“Saya terima nikah dan kawinnya Aira nur Aini binti almarhum Muhammad Nur
dengan maskawin seperangkat alat solat dibayar tunai”. Air mata pun tak tertahan lagi di pelupuk
mata saat beberapa saksi mengatakan "sah". Inilah takdir ilahi berkehendak dengan indah,
Tak pernah menyangka dan pada akhirnya aku pun menjadi istri sah dari lelaki
yang tak pernah aku cintai. Terucap doa dari sang penghulu “Barakallahulaka
wabarakallahu alaika wajama’a bainakuma fii khair” dari dalam kamar aku
mengucapkan amiin didalam hati, aku pun keluar dari dalam kamar ditemani
kakak-kakak perempuan ku, mengantar ku ke ruang tamu yang sudah di sulap
menjadi tempat prosesi akad nikah ku. Berjalan dengan perlahan dan sampailah
aku dihadapan seorang laki-laki yang bertubuh tinggi dan berkulit putih itu,
yaa dia suami ku sekarang. Aku pun segera mencium tangan lelaki itu dengan air
mata yang menetes, tangis ku disini bukan tangis bahagia selayaknya orang yang
menikah bahagia dengan lelaki pilahannya, tangisan ku disini adalah tangisan
sedih karena aku menikah bukan dengan lelaki pilihan ku dan aku takut jika
nanti kita hidup bersama tak akan bahagia. Prosesi tukar cincin dan sungkeman pun berlangsung.
Tangis ku pecah lagi ketika sungkeman berlangsung, ku peluk ibu ku yang memang tak
muda lagi, pernikahan ini yang menginginkan adalah ibu ku sendiri dia ingin
sekali melihat aku segera menikah, lelaki nya pun adalah pilihan ibu bukan
pilihan ku. Aku hanya mengikuti kemauan ibu ku saja karena aku tak ingin
mengecewakan ibu ku untuk yang ke sekian kali nya.
Satu tahun yang lalu terjadi pertemuan keluarga antara
keluarga ku dengan keluarga pasangan ku, di situ kami membicarakan tentang aku
dan mas rian untuk kedepannya, kami berencana ingin menikah. Dalam pembicaraan
itu sudah ditentukan untuk acara lamaran nya, dua bulan kedepan berencana untuk
melangsungkan acara lamaran, tapi apalah daya jika sang pencipta berkehendak
semua yang aku dan keluarga rencanakan sama sekali tidak sesuai. Hubungan ku
berakhir dengan mas rian entah karena apa aku juga masih bertanya-tanya sampai
sekarang, tidak ada kejelasan darinya padahal kami sudah lumayan lama menjalin
hubungan. Telpon ku tak pernah di jawab, sms atau bbm ku selalu diabaikan, aku
bingung benar-benar bingung apalagi kalau harus menjelaskan pada ibu ku. Tuhan,
rasanya ingin ku sudahi saja hidup ini, tapi aku masih besar hati untuk menemui
mas rian, aku ajak mba arni kakak perempuan ku untuk ke rumah mas rian, kami
pun ke rumah nya dan hasilnya nihil tak bertemu dengan mas rian kami hanya bertemu
kakak nya mas rian dan ibu nya saja, disitu kami membicarakan perubahan sikap
mas rian kepada ku, ibu dan kakak mas rian kaget mendengar nya dan sama sekali tidak
tahu, “Ra, sudah dua hari ini Rian tidak pulang ke rumah, dia menelpon ibu
meminta izin untuk pulang ke rumah kakak pertamanya selama beberapa hari, kata
nya sih ingin menginap saja” Jelas ibu mas Rian kepada ku. Aku hanya menarik napas dan tidak menjawab
nya. Inilah yang dikatakan manusia hanya
berencana , Allah lah yang menentukan. Aku mencoba ikhlas dan tabah dengan
semua ini.
“Aira, perasaan
ibu Rian sudah lama tak ke rumah? kemana dia?” tanya ibu. Mau tidak mau aku
harus bicara pada ibu ku, aku harus bicarakan yang sebenarnya terjadi sebelum
ibu menyiapkan semua nya untuk acara lamaran ku yang seharusnya tinggal dua
minggu lagi. “Bu, mas Rian tidak ada kabar sejak dua minggu yang lalu, aku dan
mba arni sudah ke rumahnya juga tak ada mas Rian nya”
“Kenapa seperti itu?
bukan kah keluarganya akan datang dua minggu lagi?” kata ibu penuh tanya. Aku
hanya tertunduk dan diam. “Ra… kenapa
diam?”
“Aku juga bingung bu”
jawab ku singkat. “memang ada masalah
apa sebelum nya ra, bukankah kamu dan Rian sudah membeli beberapa barang untuk acara
pernikahan nanti?” ibu ku terus bertanya. “Tidak ada masalah apa-apa bu, semua
baik-baik saja” jawab ku dengan mata berkaca-kaca. “Ya sudahlah, mungkin dia
bukan jodoh mu ra” jawab ibu. Mendengar jawaban ibu aku sedikit lebih tenang,
ternyata jawaban ibu tak seperti yang ku pikirkan, ternyata ibu tak marah
mendengar penjelasan ku tapi tetap saja aku merasa sedih dan gundah gulana, mungkin
ibu juga merasakan apa yang ku rasakan hanya saja dia menutupi nya dari ku.
Satu minggu setelah aku jujur pada ibu, ibu jatuh sakit dan harus dirawat di
rumah sakit, aku merasa bersalah dan aku berpikiran mungkin karena gagal nya
acara ku ibu jadi sakit. Ya Allah sehatkanlah ibu ku. Bulan demi bulan pun
berlalu, sampai enam bulan terakhir pun mas Rian tak ada kabar juga. Aku lelah
dan memutuskan untuk tidak mencoba menghubungi atau mendatangi rumahnya lagi,
mungkin ini sudah takdir Allah yang kuasa. Aku pun bertekad untuk mencari
pengganti mas Rian, tapi dari beberapa orang memang tak cocok baik itu yang di
kenalkan teman, atau yang mendekati ku
bahkan yang dikenalkan ibu ku sendiri.
Dan saat ini, orang yang bersanding dengan ku adalah pria
ke tiga yang dikenalkan ibu ku tak ada lagi alasan untuk ku untuk menolaknya,
aku tak mau lagi mengecewakan ibu untuk yang ke sekian kalinya, aku pasrah
semoga ini pilihan yang terbaik meskipun aku tak menginginkannya, dan aku yakin semua ini akan indah pada waktunya. Usai resepsi
pernikahan kami selesai aku dan suami ku tinggal bersama ibu ku, karena aku tak
mau kalau hanya tinggal berdua saja dengan mas Irfan suami ku. “De, tolong
ambilkan kemeja ku di lemari yang malam aku setrika ya” ucap mas Irfan. Sampai setrika pun dia melakukan nya sendiri
tidak menyuruhku, ya Allah dosa nya aku memperlakukan suami ku seperti itu, tak
tahu kenapa aku segan untuk melayaninya. Aku tak menjawab, langsung ku ambilkan
saja dan menaruhnya di kasur,di depan ibu ku juga mas irfan tidak menunjukkan
kekecewaan nya terhadap ku padahal aku tahu pasti dia kecewa dengan sikap ku,
begitu sabar nya mas Irfan menghadapi ku. “Bu, aku berangkat duluan ya ke
kantornya, tolong siapkan sarapan untuk mas Irfan” aku pamit dan mencium tangan
ibu ku. Ibu ku tak bicara apa-apa, mungkin sudah bosan menasehati ku yang
selalu seperti ini, berangkat tak pernah sama-sama dengan suami, tak pernah
menemani suami sarapan juga. Sebenarnya ingin sesekali menemani dan melayani
tapi tak tahu lah masih merasa janggal saja dan belum ada rasa cinta sama
sekali. Dua bulan pernikahan kami terasa hambar bagai sayur tanpa garam, bicara
seperlu nya, melayani nya pun aku tak pernah. Ingin rasanya ku menyudahi semua ini tapi aku masih menjaga perasaan ibu
ku. Terus ku jalani walaupun hambar, di bulan ke enam aku mencoba berubah
sedikit demi sedikit, aku mulai menemani nya sarapan dan menyiapkan
keperluannya dan masih tanpa rasa cinta.
Malam itu hujan deras sekali, aku pulang kehujanan dan
basah kuyup dan menggigil kedinginan. Memang salah ku sendiri yang tak mau
dijemput mas Irfan ketika pulang kerja alhasil ya seperti ini, “Kamu kehujanan
de? cepat ganti baju nanti kamu masuk angin” kata mas Irfan. Aku tak menjawab dan langsung ke kamar
mandi, setelah selesai mengganti baju di
kamar sudah ada segelas susu dan makanan untuk ku, mas Irfan yang menyiapkan
semuanya untuk ku. Baik sekali lelaki ini padahal aku tak bersikap selayaknya
seperti istri pada nya. “di minum dulu
susu nya de” suruh mas Irfan. “Aku solat dulu” jawab ku singkat. Mas Irfan
hanya tersenyum, selesai solat aku meminum susu nya dan bilang terimakasih pada
mas Irfan. Di tengah malam aku menggigil kedinginan dan badan ku panas, ku
lihat mas Irfan sedang tidur pulas aku pun tak ingin membangunkannya, tapi
tanpa ku sadari mas Irfan bangun dari tidur nya. “Kenapa de? kamu sakit?” tanya
mas Irfan. “Hanya kedinginan saja” jawabku singkat, mas Irfan memegang dahi ku
“Astagfirullah, badan mu panas sekali. Tunggu sebentar yah aku belikan obat”
segera mas Irfan keluar rumah dan ke apotek terdekat , lima belas menit kemudian mas
Irfan kembali dan memberi ku obat dengan segelas air putih “Ini, diminum dulu
obat penurun panas nya” kata mas Irfan. Setelah meminum obat aku memejamkan
mata lagi, tapi tidak tidur. Sepertinya mas Irfan masih memandangi ku saja. Tiba-tiba
terdengar suara handpone ku, ada sms masuk. Tapi handpone nya ada di meja dekat
mas Irfan, “Tolong ambilkan handpone ku mas” mau tidak mau aku minta tolong
pada nya “Sudah, besok saja dilihat nya, kamu istirahat saja” ucap mas Irfan.
Dengan sigap nya aku pun bangun sendiri “Ya sudah kalau tidak mau menolong ku”
aku pun mengambilnya sendiri handpone ku, mas Irfan hanya menggelengkan kepala.
Ku lihat jam di handpone pukul 02.00 aku membuka sms yang masuk dari nomor baru
yang tak ku kenal, “Assalamualaikum, de
apa kabar mu? Aku kangen, aku ingin bertemu, adakah waktu untuk besok kita
bertemu? Ku tunggu besok yah di tempat biasa kita bertemu ba’da asar. Aku minta
maaf selama ini tak memberi mu kabar. Mas Rian”. Tangan ku gemetar membaca
pesan itu, pesan dari mas Rian. Lelaki yang setahun lalu meninggalkan ku tanpa
sebab yang pasti dan sekarang mengbari ku mengajak bertemu. Apa dia tidak tahu
kalau aku sudah menikah sejak enak bulan yang lalu. “Siapa yang sms malam-malam gini de?”
tanya mas Irfan. “Bukan siapa-siapa” aku pun memejamkan mata lagi tapi pikiran
ku terus menerawang ke mas Rian, jujur saja memang masih ada rasa yang
terpendam pada mas Rian, sampai aku menikahpun dan memiliki mas Irfan yang baik
aku tetap memikirkannya. Aku ingin sekali bertemu dengan mas Rian tapi
bagaimana dengan suami ku? ku lihat mas Irfan sudah tidur, aku membalas sms mas
Rian “iya besok aku akan datang” ku
balas dengan singkat lalu ku nonaktifkan handpone ku. Perempuan macam apa aku
ini, sudah ditinggalkan masih mau diajak bertemu, dan akupun sudah mempunyai
suami yang sangat baik. Ahh biarlah, toh aku memang tak menginginkan mas irfan
hadir dalam hidup ku, dan aku ingin bertemu dengan mas Rian.
Di tempat biasa kita bertemu, aku dan mas Rian kembali
duduk bersama tak ada perubahan pada mas
Rian, memang masih seperti dulu. “Apa kabar de?” tanya mas Rian. Aku menunduk
dan menjawab “baik, kemana saja kamu mas?” jawab ku dan langsung bertanya. Mas
Rian diam dan tak menjawab, “Kenapa diam?” tanya ku lagi dan kali ini aku
menatap nya. “Maafkan aku de, aku khilaf. Ibu mu bagaimana, sehat kan?” mas
Rian hanya menjawab maaf dan khilaf saja, sungguh jawaban yang sangat singkat
dan tak sama sekali ku dapatkan penjelasan kenapa dia meninggalkan ku. Aku tak
menjawab pertanyaannya. “De, yang sudah biarlah sudah sekarang maukah kamu
melanjutkan hubungan kita yang tertunda
? aku sudah bicara pada orang tua ku, untuk kerumah mu dan melamar mu de.” Mata
ku berkaca-kaca, mas Rian bilang dia mau melamar ku setelah setahun lama nya
dia menghilang, bagaimana kalau dia tahu aku sudah menikah? “Bagaimana aira ?”
aku masih diam dan diam dengan mata berkaca-kaca. Mas Rian mengeluarkan kotak
yang berisi sepasang cincin yang cantik, yang aku inginkan waktu setahun yang
lalu. Rasanya aku tak bisa bicara dan kehabisan kata-kata, aku masih tetap
diam. “Bicaralah de, jawab pertanyaanku” ucap mas Rian sambil memegang tangan
ku. “Maaf aku tak bisa” jawab ku dengan
suara parau. “kenapa de? apakah kamu sudah tidak mencintaiku lagi? apa kamu tak
ingin hidup bersama dengan ku?” tanya mas Rian. Aku tak berani menatap mas
Rian,aku tetap menunduk “Mas, aku ingin sekali menikah dengan mu dan hidup bersama
mu…”
“yaa aku juga ingin
sekali de, aku akan secepat nya datang kerumah mu bersama keluarga ku” mas
Irfan langsung memotong ucapan ku yang belum selesai, dan masih tetap
menggenggam tangan ku. Perlahan aku melepas tangan ku yang digenggam nya “ tapi
aku ingin menikah dengan mu itu dulu mas, setahun yang lalu bukan sekarang”.
“Apa bedanya dulu
dengan sekarang de? tak ada bedanya kan? yang penting kita jadi menikah” kata
mas Rian menatap ku dan memegang sepasang cincin yang ia bawa. “Aku sudah
menikah mas, enam bulan yang lalu” suasana jadi hening, tak ada kata-kata lagi
dari mas Rian, diam dan tertunduk lemah. Air mata nya pun menetes membasahi
cincin yang ia pegang. Aku pun diam dan tak bicara.
"kau tak bercanda kan Aira?" tanya mas Rian. "Aku serius, aku sudah menikah dengan lelaki pilihan ibu ku dan insyaAllah akan menjadi imam yang baik untukku" jawab ku dengan tegas. Mas Rian kembali terdiam tanpa kata-kata. “kamu boleh pergi Aira.. maafkan aku, dan terimakasih atas waktu mu” mas Rian mulai pembicaraan lagi. “baikalah, assalamualaikum” pamit aku dan mas Rian tidak menjawab salam ku. Aku masih menunggu taksi , dari kejauahan aku menengok kembali ke mas Rian, dia masih diam ditempat kita bicara tadi dan masih tertunduk lemah memandangi sepasang cincin yang ia bawa. Aku tak tega melihatnya tapi itulah keputusan ku, aku sudah memiliki mas irfan yang sangat baik pada ku.
"kau tak bercanda kan Aira?" tanya mas Rian. "Aku serius, aku sudah menikah dengan lelaki pilihan ibu ku dan insyaAllah akan menjadi imam yang baik untukku" jawab ku dengan tegas. Mas Rian kembali terdiam tanpa kata-kata. “kamu boleh pergi Aira.. maafkan aku, dan terimakasih atas waktu mu” mas Rian mulai pembicaraan lagi. “baikalah, assalamualaikum” pamit aku dan mas Rian tidak menjawab salam ku. Aku masih menunggu taksi , dari kejauahan aku menengok kembali ke mas Rian, dia masih diam ditempat kita bicara tadi dan masih tertunduk lemah memandangi sepasang cincin yang ia bawa. Aku tak tega melihatnya tapi itulah keputusan ku, aku sudah memiliki mas irfan yang sangat baik pada ku.
Sesampai dirumah, aku menyiapkan makanan untuk suami ku
dia belum pulang kerja. ” Tak biasanya jam segini mas Irfan belum pulang, padahal
sudah jam tujuh malam” pikir ku dalam hati. Aku masih tetap menunggu sampai
pada pukul delapan malam akhirnya mas Irfan pulang. “Kok malam sekali mas
pulang nya?” tanya aku. Mas Irfan tidak menjawab, malah bengong. Mungkin dia
bingung tak biasanya aku menyapa nya sepulang dia kerja. Aku hanya tersenyum
dan membuka dasi nya lalu menaruh tas nya di sofa. “Ayuk kita makan malam mas,
aku sudah siapkan” kata ku sambil menarik tangannya. Mas Irfan masih tetap
tidak bicara dengan muka yang sangat bingung. “Kamu baik-baik saja kan de ?”
tanya mas Irfan pada ku. Aku hanya tertawa kecil dan mengambilkan nasi untuk
nya. Ibu ku hanya tersenyum memandangi kami. Kami menikmati makan malam dengan
suasana yang hangat, tak pernah aku merasakan hal seperti ini sebelum nya,
mulai sekarang aku akan berniat untuk membahagiakan suami ku dan akan menebus
kesalahan-kesalahan ku sejak kami menikah enam bulan lalu dan aku akan
melupakan mas Rian sepenuhnya. “Mas … “ panggil ku dengan manja. “Iya sayang,
kenapa?” Mas Irfan menimpali. “Habis makan kita menginap di hotel yuk, aku
ingin merasakan malam pertama, kan sejak pernikahan tidak ada malam yang
romantis, hehe” rayu aku pada mas Irfan. “Hemmm aku cape sayang” jawab mas
Irfan. “Jadi, tidak mau ?” tanya ku penuh harap.
“Gak mau lama-lama
berangkatnya, yukkk kita berangkat sekarang” ajak mas Irfan “Ahhh bisa saja kamu mas, habisi dulu makanan
mu” ucap ku sambil menahan tawa.
Kami pun melanjuti
makan malam dengan asyik, penuh canda dan rayuan-rayuan mas Irfan dan akupun
sangat menikmati keadaan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar