DilahFadilah

Nur Fadilah

Selasa, 17 Maret 2015

Jangan menyulitkan apa yang tidak sulit



Terkadang bukan hidup yang sulit tapi kita yang menyulitkan hidup. Jadilah pribadi yang apa adanya, hingga kita tidak perlu lelah bersandiwara. Sehingga kita tak lagi menyulitkan apa yang sebenarnya tidak sulit. H.I.D.U.P = Harapan - Impian - Dengan - Usaha – Perjuangan.  Hidup adalah harapan dan impian yang diiringi dengan usaha dan perjuangan. Kita bisa belajar banyak tentang hidup, bukan saat keadaan nyaman. Tapi pada saat menghadapi keadaan penuh tekanan.
            Jangan mengeluhkan masalah yang datang dalam hidup. Keluhan hanya akan menambah beban, dengan tindakan kita pasti akan mampu mengubahnya menjadi kekuatan. Terkadang kita harus merasakan kesedihan untuk dapat mensyukuri bahagia. Saat hujan datang, jangan mencelanya, kita bisa pakai payung dan melaluinya. Saat masalah datang, jangan meratapinya tapi cari solusinya. Bukan sok paling benar atau sok bijak, sebenarnya juga saya masih suka menyulitkan yang  sebenarnya tidak sulit. Dan sekarang berpikirlah bahwa hidup itu tidak sulit kalau diri kita yang menyulitkan.
            Untuk orang yang selalu terbayang-bayang akan kesalahan nya. Hidup itu mudah, buat satu keputusan dan jangan pernah menyesalinya. Keputusan yang benar-benar tulus dan ikhlas untuk dijalani, dan jangan pernah lagi menyesali apa yang sudah di perbuat InsyaAllah hidup akan terasa lebih mudah. Jalani dengan santai, lebih baik berpikiran positif dari pada harus selalu menyesali apa yang sudah terjadi.  
            Ketika sedang mengalami kesulitan tak usah takut, karena sudah jelas-jelas Allah berfirman dalam Surat Al-Insyirah ayat 5-6  “Fainnamaal usri yusro. Innamaal usri yusro : Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Dan sesudah kesulitan itu ada kemudahan” Yakin lah bersama kesulitan selalu disisipkan kemudahan.  Setiap masalah selalu ada jalan keluar. Yang terpenting adalah cara pandang dan sikap kita masing-masing dalam menghadapinya.
            Kita bisa belajar banyak tentang hidup, bukan saat keadaan nyaman. Tapi pada saat menghadapi keadaan penuh tekanan. Kata-kata tidak akan ada artinya jika apa yang dilakukan tidaklah sesuai.  Lebih baik menjaga apa yang ada ditangan kita, daripada mengejar apa yang ada ditangan orang lain. Mustahil ada kemajuan tanpa perubahan. Orang yang tidak dapat mengubah cara berpikirnya tidak akan bisa mengubah apa-apa.  Perubahan itu sangat di perlukan untuk menuju hidup yang baik 
Tuhan, jadikan aku cukup berani saat hadapi masalah, jadikan aku cukup bijak saat ku harus memilih jalan keluar, jadikan kesedihan yg kualami sebagai cara Mu memperkuatku, jadikan kebahagiaan yg kualami sebagai caramu menyadarkanku. Jika niat yang ada di dalam hati jernih, maka tindakan yang tampak di luar pun pasti menjadi Indah. InsyaAllah 


           
           
           

Rabu, 11 Maret 2015

Sinopsis Novel Siti Nurbaya (kasih tak sampai)

SINOPSIS NOVEL
“ S I T I  N U R B A Y A ”
 (Kasih Tak Sampai)
Judul                          : Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)
Pengarang                  : Marah Rusli (7 Agustus 1889 - 17 Januari 1968)
Cetakan                      : Ke-44
Penerbit                      : Balai Pustaka
Tahun Terbit             : 2008
Jumlah Halaman       : vii + 334 halaman
Cetakan Pertama      : 1922
Seorang Penghulu di Padang bernama Sutan Mahmud Syah yang isterinya bernama Sitti Maryam mempunyai seorang anak tunggal laki-laki bernama Samsul Bahri. Rumah mereka berdekatan dengan rumah seorang saudagar yang merupakan seorang pedagang yang terbilang cukup kaya dan ternama yaitu Baginda Sulaeman, yang mempunyai seorang putri tunggal bernama Sitti Nurbaya. Ibunya meninggal saat Siti Nurbaya masih kanak-kanak, maka bisa dikatakan itulah titik awal penderitaan hidupnya. Sejak saat itu hingga dewasa dan mengerti cinta ia hanya hidup bersama Baginda Sulaiman, ayah yang sangat disayanginya. Dua keluarga ini adalah dua keluarga yang bersahabat karib.
            Samsul Bahri dan Sitti Nurbaya merupakan sahabat akrab dan juga teman satu sekolah. Tetapi karena kebersamaan, di antara mereka saling tumbuh rasa cinta tetapi belum ada yang berani untuk mengungkapkannya. Pada suatu hari setelah pulang dari sekolah, Samsulbahri mengajak Sitti Nurbaya pergi ke gunung padang bersama kedua orang temannya, yaitu Zainularifin dan  Bahtiar untuk bertamasya. Samsulbahri, Zainularifin, dan Bahtiar akan melanjutkan sekolah dokter jawa di Jakarta. Tepat pada hari yang ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke gunung padang. Disana Samsulbahri menyatakan cintanya kepada  Sitti Nurbaya dan mendapatkan balasan. Sejak saat itulah mereka berdua menjalin cinta dan membuat perjanjian untuk sehidup semati.
            Pada satu hari yang telah ditentukan, berangkatlah Samsulbahri melanjutkan sekolahnya ke Jakarta bersama Zainularifin dan Bahtiar. Di sekolah itu, Samsulbahri satu kelas dengan Zainularifin.
            Di Padang ada seorang saudagar yang kaya bernama Datuk Maringgih, yang selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu didapatkan secara tidak halal. Singkatnya dia memiliki tabiat yang burukUntuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah pendekar tiga, pendekar empat, dan pendekar lima.
            Melihat kekayaan Baginda Sulaeman, Datuk Maringgih merasa tidak senang. Sehingga dia membuat rencana untuk melenyapkan atau menghancurkan semua kekayaan Baginda Sulaeman. Dengan perantara kaki tangan Datuk Maringgih maka dibakarlah tiga buah toko Baginda Sulaeman, serta perahu-perahunya yang penuh berisi muatan ditenggelamkan.
            Untuk memperbaiki usahanya yang sudah luluh lantak Baginda Sulaeman meminjam uang kepada Datuk Maringgih yang selalu memberikan bunga besar dengan tujuan yang jahat. Dan untuk mengembalikan uang pinjamannya itu, Baginda Sulaeman masih mempunyai pengharapan atas hasil kebun kelapanya. Tetapi alangkah terkejutnya ketika diketahuinya semua pohon kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapanya itu oleh para kaki tangan  Datuk Maringgih diberi obat-obatan, sehingga pohon kelapanya tidak ada yang berbuah sedikitpun. Di samping itu, karena hasutan kaki tangan Datuk Maringgih, semua langganan yang telah berhutang pada Baginda Sulaeman ingkar janji dengan cara tidak membayar hutangnya. Dengan demikian hancur sudahlah usaha dagang Baginda Sulaeman sehingga ia menjadi orang yang sangat melarat dan tidak bisa membayar hutangnya kepada Datuk Maringgih.
            Karena Baginda Sulaeman tidak dapat membayar hutangnya, maka Datuk Maringgih bermaksud menyita rumah dan barang-barang milik Baginda Sulaeman, kecuali jika Sitti Nurbaya diserahkan kepadanya untuk dijadikan sebagai istri. Awalnya Sitti Nurbaya menolak dan tidak sudi karena dia telah memiliki kekasih yang sangat ia cintai, di samping itu ia juga tidak mau bersanding bersama seorang lelaki yang sudah tua bangka, tetapi ketika ayahnya  digiring hendak dimasukan ke dalam penjara, maka secara terpaksalah ia mau dijadikan sebagai isteri Datuk Maringgih, walaupun hatinya sangat benci padanya. Selanjutnya kejadian yang menimpa dirinya dan ayahnya itu segera diberitahukan kepada Samsulbahri.
            Setelah setahun di Jakarta, menjelang puasa, pulanglah Samsulbahri ke padang. Seusai menjumpai orang tuanya yang sehat walafiat, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaeman, setelah ia mendengar dari ibunya, bahwa Baginda Sulaeman sedang sakit. Sesampainya ke tempat yang di tuju, ia segera menjumpai Baginda Sulaeman yang sedang terbaring sakit. Tidak lama setelah kedatangan Samsulbahri itu, datanglah Sitti Nurbaya yang memang ayahnya mengharapkan kedatangannya. Maka berjumpalah Samsulbahri dengan Sitti Nurbaya. Beberapa hari kemudian, berjumpalah mereka kembali dalam pertemuan di malam hari. Keduanya yang saling melepas rindu itu, ternyata tidak mengetahui bahwa gerak-gerik mereka sedang diikuti oleh Datuk Maringgih beserta kaki tangannya. Karena tak tahan akan rindunnya, Samsulbahri dan Sitti Nurbaya pun berciuman. Pada saat itulah Datuk Maringgih muncul dan terjadilah percekcokan diantara mereka. Karena mendengar kata-kata yang pedas dari Samsulbahri, maka Datuk Maringgih memukulkan tongkat dengan sekeras-kerasnya kepada Samsulbahri, tetapi karena Samsulbahri menghindarkan dirinya sambil memegang Sitti Nurbaya, maka pukulan Datuk Maringgih tidak mengenai sasarannya, akhirnya ia pun tersungkur. Dengan segera Samsulbahri pun langsung menendangnya, karena kesakitan, berteriaklah Datuk Maringgih minta tolong. Mendengar teriakan itu keluarlah Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan bersenjatakan sebilah keris.
            Melihat Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah Sitti Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda Sulaeman yang sedang sakit itu. Karena disangkannya Sitti Nurbaya mendapatkan kecelakaan, maka bangkitlah Baginda Sulaeman dan segera ke tempat anaknya itu. Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu juga Baginda Sulaeman meninggal. Ia dikebumikan di gunung padang.
            Pada waktu Pendekar Lima hendak menikam Samsulbahri, menghindarlah Samsulbahri,dan pada saat itu juga ia berhasil menendang tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada ditangannya terlepas. Sementara itu, datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Sitti Nurbaya itu. Melihat mereka yang berdatangan, larilah Pendekar lima ke tempat persembunyiannya.
             Di para tetangga yang berdatangan itu, kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengar penjelasan Datuk Maringgih tentang perbuatan yang telah dilakukan oleh anaknya itu, maka tanpa dipikirkan masak-masak lebih dulu, Samsulbahri pun di usir oleh Sutan Mahmud Syah dari rumahnya, karena menurutnya ia telah mempermalukan keluarganya. Pada malam hari itu juga secara diam-diam Samsulbahri pun pergi ke Teluk Bayur untuk naik kapal menuju Jakarta. Pada pagi harinya, ributlah Sitti Maryam mencari anaknya itu. Setelah gagal mencari kesana-sini, maka dengan sedihnya, pergilah Sitti Maryam ke rumah saudaranya di Padang Panjang. Disana karena terus menyimpan rasa kesedihannya itu, ia pun jatuh sakit.
            Sejak kematian ayahnya, Sitti Nurbaya menunjukan kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia pun berani mengusirnya dan tidak mau mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam, pulanglah Datuk Maringgih ke rumahnya. Ia pun berencana akan membunuh Sitti Nurbaya.
            Setelah peristiwa pertengkaran dengan Datuk Maringgih itu, Sitti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya bernama Alimah. Dirumah itu Sitti Nurbaya mendapatkan petunjuk-petunjuk dan nasihat, antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Sitti Nurbaya dinasihati oleh Alimah agar pergi saja ke Jakarta, berkumpul bersama Samsulbahri. Petunjuk dan nasihat Alimah  sepenuhnya di terima oleh Sitti Nurbaya, dan diputuskannya ia akan pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut Sutan Mahmud Syah sejak pengusiran diri atas Samsulbahri tersebut. Kepada Samsulbahri pun ia memberitahukan kedatangannya itu. Tetapi malang bagi Sitti Nurbaya, karena percakapannya dengan Alimah tersebut, dapat didengar  oleh kaki tangan Datuk Maringgih yang memang sengaja memata-matainya.
            Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah Sitti Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta. Mereka tidak mengetahui bahwa perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar Tiga dan Pendekar Lima. Setelah Sitti Nurbaya dan Pak Ali menaiki kapal dan mencari tempat yang tersembunyi, maka berkatalah pendekar Lima kepada Pendekar Tiga, bahwa ia akan mengikuti perjalanan Sitti Nurbaya ke Jakarta, sedang Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa itu kepada Datuk Maringgih. Setelah itu, Pendekar Lima pun menaiki kapal tersebut dan mencari tempat yang tersembunyi pula.
            Pada suatu saat tatkala orang menjadi ribut  di kapal, akibat ombak yang sangat besar, lalu pergilah Pendekar Lima mencari  tempat Sitti Nurbaya bersembunyi. Setelah ia mendapatkannya, ia pun menyeret Sitti Nurbaya dan akan membuangnya ke laut. Melihat kejadian itu, Pak Ali pun bertindak, tetapi ia pun mendapatkan pukulan Pendekar Lima dan tidak mampu melawannya kembali. Sitti Nurbaya pun berteriak sekuat-kuatnya sampai ia pun jatuh pingsan. Teriakannya itu terdengar oleh semua orang yang berada dalam kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena takut ketahuan akan perbuatannya itu, Pendekar Lima pun lari untuk menyembunyikan diri. Sitti Nurbaya pun akhirnya di angkat seseorang ke suatu kamar untuk di rawat.
            Akhirnya tak lama kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung Priok, Samsulbahri sudah gelisah menantikan kedatangan kapal yang ditumpangi oleh kekasihnya itu. Setelah kapal itu merapat ke darat, maka naiklah Samsulbahri ke kapal untuk mencari Sitti Nurbaya. Alangkah terkejutnya ketika ia mendengar dari Kapten kapal dan Pak Ali, tentang peristiwa yang menimpa diri Sitti Nurbaya itu. Dengan di antar Kapten kapal dan Pak Ali, pergilah Samsulbahri ke kamar Sitti Nurbaya dirawat. Sesampainya ia melihat Sitti Nurbaya terbaring dalam keadaan lemah tak berdaya.
            Pada saat itu, tiba-tiba datanglah polisi mencari Sitti Nurbaya. Setelah berjumpa dengan Kapten kapal dan Samsulbahri, diberitahukan kepada mereka bahwa kedatangan mencari Sitti Nurbaya itu ialah atas perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang, bahwa ada seorang wanita bernama Sitti Nurbaya yang telah melarikan diri dengan membawa barang-barang berharga milik suaminya dan diharapkan orang itu di tahan, dan dikirim kembali ke Padang. Mendengar hal itu, mengertilah Samsulbahri bahwa hal itu ialah tidak lain akal busuk Datuk Maringgih. Ia pun minta kepada polisi itu agar hal tersebut jangan diberitahukan dulu kepada Sitti Nurbaya, mengingat akan kesehatannya yang sangat mengkhawatirkan itu. Ia meminta kepada yang berwajib agar kekasihnya itu di rawat dulu di Jakarta, sampai ia sembuh sebelum kembali ke Padang. Permintaan Samsulbahri pun dikabulkan, setelah Dokter yang memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan atas diri Sitti Nurbaya. Setelah Sitti Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya. Dengan senang hati, kabar itu pun di terima oleh Sitti Nurbaya. Ia pun bermaksud kembali ke Padang untuk menyelesaikan masalah yang didakwakan atas dirinya itu. Samsulbahri berusaha meminta kepada yang berwajib, agar perkara kekasihnya itu diperiksa di Jakarta saja, namun permintaan itu tidak dikabulkan. Maka pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah Sitti Nurbaya ke Padang dengan di antarkan oleh pihak yang berwajib. Dalam pemeriksaan di padang, ternyata Sitti Nurbaya tidak terbukti melakukan kejahatan seperti yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah, Sitti Nurbaya dibebaskan dan disana ia tinggal di rumah Alimah.
            Pada suatu hari, walaupun tidak disetujui oleh Alimah, Sitti Nurbaya pergi membeli kue yang dijagakan oleh Pendekar Empat, yaitu kaki tangan Datuk Maringgih. Kue yang sengaja disediakan khusus untuk Sitti Nurbaya itu telah berisi racun. Setelah penjaga kue itu pergi, Sitti Nurbaya pun makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah makan kue itu, ia merasa kepalanya pusing. Tidak lama kemudian secara mendadak Sitti Nurbaya pun meninggal. Mendengar dan melihat hal itu, terkejutlah ibu Samsulbahri yang pada waktu itu sedang menderita sakit keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Lalu kedua jenazah itu dikebumikan di Gunung Padang bersampingan dengan makam Baginda Sulaeman.
            Kabar kematian Sitti Maryam dan Sitti Nurbaya itu langsung dikabarkan kepada Samsulbahri di Jakarta. Membaca telegram yang sangat menyedihkan itu, Samsulbahri memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum hal itu dilakukannya, ia menulis surat kepada guru dan teman-temannya, demikian pula kepada ayahnya di Padang, untuk minta berpisah selama-lamanya. Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu dirahasiakan oleh Samsulbahri, sehingga Zainularifin pun tidak mengetahuinya. Sesampainya ke kantor pos, Samsulbahri minta berpisah dengan Zainularifin dengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah dijanjikannya. Zaenularifin pun memperkenankannya, tetapi dengan tidak diketahui oleh Samsulbahri, ia pun mengikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena ia mulai curiga akan maksud sahabatnya itu.
            Pada suatu tempat yang gelap di mana tidak ada seorang pun di sana, Samsulbahri berhenti dan mengeluarkan pistolnya yang kemudian menghadapkan ke kepalanya. Melihat yang dilakukan sahabatnya itu, Zaenularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena teriakan Zaenularifin itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai sasarannya. Akhirnya kabar tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa di Jakarta yang berasal dari Padang telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat kabar. Kabar itu pun sampai di Padang dan di dengar oleh Sutan Mahmud Syah dan Datuk Maringih.
            Karena perawatan yang baik, sembuhlah Samsulbahri. Ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenai dirinya yang masih hidup itu dirahasiakan, sejak itu lah ia pun berhenti sekolah. Karena ia menginginkan untuk mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia di kirim kemana-mana antara lain ke Aceh untuk memedamkan kerusakan-kerusakan yeng terjadi di sana. Karena keberaniannya, maka dalam waktu sepuluh tahun saja, pangkat Samsulbahri dinaikan menjadi Letnan dengan nama Letnan Mas.
            Pada suatu hari, Letnan Mas bersama kawannya bernama Letnan Van Sta ditugaskan untuk memimpin anak buahnya memadamkan pemberontakan mengenai masalah Balasting (pajak) di Padang. Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi pertempuran, pergilah Letnan ke tempat pemakaman ibu, kekasihnya dan Baginda Sulaeman di Gunung Padang.
            Dalam pertempuran dengan pemberontakan itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin pemberontakan itu. Setelah bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga ia pun menemui ajalnya. Tetapi sebelum ia meninggal, ia pun sempat membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang menyebabkan ia rebah. Ia rebah diatas timbunan mayat yang antara lain terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan Mas di angkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia  tak lama lagi hidup di dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya, agar dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena ada hal penting yang harus dikatakan kepadanya. Setelah Sutan Mahmud Syah datang, maka Letnan Mas pun berkata padanya bahwa Samsulbahri masih hidup dan sekarang berada di Padang untuk memadakan pemberontakan, tetapi kini ia sedang dirawat di rumah sakit, karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakan pula kepadanya, bahwa Samsulbahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah, bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta dikebumikan di Gunung Padang di antara makam Sitti Nurbaya dan Sitti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan Mas pun meninggal.
            Setelah hal itu ditanyakan oleh Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yaitu Letnan Mas alias Samsulbahri. Kemudian dengan upacara  kebesaran, baik pihak pemerintah maupun dari penduduk Padang, dimakamkanlah jenazah Letnan Mas atau Samsulbahri itu diantara makam Sitti Maryam, Sitti Nurbaya seperti yang dimintanya.
            Sepeninggalan Samsulbahri, karena sesal dan sedihnya maka beberapa hari kemudian, meninggal pula Sutan Mahmud Syah. Jenazahnya dikebumikan berdekatan dengan makam isterinya, yaitu Sitti Maryam. Dengan demikian dikuburan Gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan menderet, yaitu makam Baginda Sulaeman, Sitti Nurbaya, Samsulbahri, Sitti Maryam dan Sutan Mahmud Syah.

Minggu, 01 Maret 2015

Azis Hartanto


Nama nya Azis Hartanto, Biasa di panggil Azis. Tapi Azis suka ganti-ganti nama gitu, kadang namanya Gervil kadang diganti jadi Gani. Yaaa nama nya juga anak kecil. Baru kelas 1 SD. Masih polos tapi suka aneh, aneh nya ya gitu… bikin alasan gak mau belajar. Alesan nya itu loh, yang bikin gue jadi geli dan kesel sendiri. Kurang lebih 3 bulan nemenin Azis belajar. Seminggu 3 kali gue dateng ke rumahnya. Azis biasa panggil gue kaka dila, dengan suara cempreng nya itu dia kalau lagi belajar pasti adaaaa aja yang di ceritain, entah itu cerita tentang sekolahnya, kartun kesukaannya, keluarganya, mainannya, dan lain-lain. Feeling gue sih, Azis ini anggap gue sebagai teman curhat nya bukan sebagai guru privat nya. Abis apa aja di ceritain. hehe
Baru-baru ini alesan nya gak mau belajar bikin gue geli sendiri, yang biasanya dia selalu alesan “kaka dila, badan aku  anget, mata aku pusing, aku cape, belajar nya sebentar aja yah. Nih pegang aja leher aku anget kan?”  ngomong kaya gitu sambil narik tangan gue, jadi suruh megang leher nya. Iya sih lehernya anget, namanya orang hidup ya anget lah. Malah kata mbah nya "Ahh dia mah dil, kesilitan juga badannya jadi anget" Pernah juga ditinggal tidur sama Azis padahal keadaannya masih belajar.  Seminggu yang lalu bukan kaya gitu alasannya. Kali ini dia mengkambing hitam kan sesuatu untuk alasan dia yang gak mau belajar. Kadang gue mikir, ni anak udah bosen kali yah belajar sama gue, abis alesan nya banyak. Tapi kata keluarganya suka nanyain. Dan kalau gue pulang dari rumahnya juga si Azis ini seakan tidak ingin melepas kepergian gue. Jiahhhh hahaha.
Jumat 20 Februari 2015
“Assalamualaikum…. bu, Azis…” Salam sama panggilan gue terabaikan. Tapi tiba-tiba dari dalam ada si Azis yang lari kenceng terus narik tangan gue buat ke dalem sambil ngomong “Aku punya ayam baru loh, udah aku namain. Sini liat” Masuk lah gue sama Azis, iya bener ada ayam di kardus ditutupin sarung. “Kok di tutupin sarung si zis?” tanya gue penasaran. “Iya, takut dia lepas” jawab nya sambil membuka sarung nya sedikit. “Ohhh.. gitu, yaudah yuk belajar dulu” ajakan gue ternyata tak di hiraukan, dia masih asyik ngeliatin ayam baru nya aja, “Sabaaaaar” ucap gue dalam hati. “Iya sebentar, aku belum kasih tau kamu kan nama ayam nya siapa” Kata Azis. “Emang siapa nama nya?” tanya gue. “Nama nya Heli ka” jawab dengan ekspresi seneng banget. Pikir gue ini anak ayam apa anak anjing kok namanya heli. haha. Beberapa menit kemudian udah mulai buka buku, tapi ya tetep tuh si Heli di bawa-bawa sama kardusnya juga, bentar-bentar ngeliat heli, bentar-bentar ngeluarin heli. Tapi dia gak berani megang ayam nya itu, terpaksa gue yang ngembaliin tuh anak ayam ke kardus. Padahal gue juga takut megang nya karena lembek anget-anget gitu, ihh geli deh pokoknya. Tapi gimana lagi, gak ada pilihan lain di situ cuma ada gue sama Azis doang. Tiga kali gue megang ayam terus mindahin ke kardus nya lagi, karena udah rada-rada kesel gue pindahin aja tuh kardus beserta heli nya ke dalem. Biar dia konsen belajar nya. Tapi usaha gue percuma, dia balik lagi kedalem ngambil ayam nya. Dan pada akhirnya dia bilang ke gue kaya gini “kaka dila, si heli badan nya panas. Kasian kalau gak di jagain, belajar nya udahan aja” terus dia bikin kipas-kipasan dari kertas selembar dan dikipasin tuh anak ayam. Itu ayam badan nya panas kata nya terus di kipasin. Ya Allah Azis ada-ada aja alasannya. Denger alesannya yang kaya gitu gue jadi geli-geli banyak dan kesel-kesel dikit. Hahah apasih.. Yaudah gue memutuskan untuk pulang dari rumahnya.


Senin, 23 Februari 2015
Dateng seperti biasa, dirumah ya biasa cuma ada Azis dan mbah nya. Pas gue buka tas nya ternyata ada PR, tapi gak ada pensil nya. Ditempat pensil gue juga lagi gak ada pensil biasanya selalu ada tapi gak tau tuh kemana pensil. Alhasil ya gue sama Azis beli dulu ke toko terdekat. Azis nya gue bonceng, dia duduk di belakang terus pegangan kenceng banget. Takut jatoh kali ya. hhe. Sampai di toko ehh hujan deras banget, jadi ya kita nunggu hujan berhenti dulu. Jiahhhelahhh so swett banget ujan-ujan berduan hahaha. Hujan nya udah mulai reda “Yuk zis, kita pulang, nih kamu pake jaket kakak yah, kepalanya ditutupin!” kata gue sambil ngasih jaket ke Azis. “Kamu aja yang pake, nanti kamu pilek kalau kena hujan” Widihh azis kalau begitu laki banget hahaha. Tapi tetep gue suruh Azis yang pake jaket itu, gaya-gayan aja anak ini nyuruh balik gue pake jaket takut gue pilek. Sudah sampai rumah, lanjut ngerautin pensil, terus nulis. Seneng deh pokoknya kalau Azis mau nulis, beberapa menit kemudian kembalilah dia membuat alasan, tapi kali ini dia tidak banyak bicara. Hanya beraksi dengan cara merauti pensil, setelah pensil nya tajam dia patahi di lantai, habis itu di rautin lagi. Begitu seterusnya sampai pensil panjang nya setelunjuk. Bayangin, setelunjuk !!


Rabu, 25 Februari 2015
Setengah 17.40  gue sampai rumah Azis, Keadaannya dia lagi berdiri tapi pakai seprei kotor. Di libet-libet dibagian celana nya. “Azis kok pakai sarung sih?” tanya gue. “Ini bukan sarung, ini seprei kotor” Jawab Azis. Gue tanya “kenapa kok pakai seprei ? buka de, gatel tau” eh dia malah jawab gini “Celana aku bolong, aku malu” Oke, alasan bisa gue terima. Belajar dimulai, masih menggunakan Seprei yang di libet-libet dengan posisi duduk kaki nya berselonjor diatas karpet merah. Sesekali gue suruh buka, tapi dia tetep aja gak mau buka. Habis gue ribet ngeliat nya. Tapi ada yang aneh di setiap kali dia pindah posisi, ada bau yang gak asing gue cium. Bau pup alias bau ee. Disitu gue mulai curiga jangan-jangan ni anak pup di celana. “Azis ee ya?” gue langsung tanya kaya gitu, tapi dia jawab enggak sambil geleng-geleng. Buru-buru gue lapor sama tante nya yang ada didalem bilang kaya nya Azis pup. Tapi tante nya bilang engga, yaudah gue lanjut lagi belajar sama Azis. Tumben banget sih, hari ini Azis gak bikin alasan yang engga-engga dan gak banyak gerak juga. Udah jam 7 malem gue beres-beres dan menyudahi belajar, gue suruh Azis bangun dari karpet tapi dia gak mau, dia tetep duduk gak bergerak. “Zis, bangun! kakak mau gulung karpet nya” Tapi dia gak mau gue gulung karpet nya, dia malah bilang gini “Gak usah di gulung, nanti mbah aku aja yang gulung. Kamu pulang aja” Tapi gue tetep mau gulung karpet itu, karena gue yakin Azis pasti pup. Gue paksa-paksa Azis mau juga bangun dari karpet tanpa melepas seprei yang ada di bagian celananya. Pas dia bangun bau itu muncul lagi. Hemmm dugaan gue bener ni anak pup di celana. -_-Pas pamit gue bilang lagi ke tante nya "ka, kaya nya bener deh Azis pup. Coba deh di liat" Pas tante nya liat, gue pulang.... :D



Sabtu, 28 Februari 2015
Kali ini les nya sabtu, karena jumat nya si Azis tidur, terus dibangunin jadi ngambek jadi gak les. Pulang kuliah gue langsung cus ke rumah Azis, gue sampai dia lagi diatas asyik main game boboboy. Sekitar 10 menit dia main game, pikir gue yaudah gak apa-apa main game dulu baru belajar toh gue juga masih pegel banget baru pulang kuliah. Terus tiba-tiba Bapaknya Azis dateng, langsung ambil handpone nya. "Pinjem dulu ya hp nya, Azis belajar dulu. Bapak mau ambil mobil dulu, nanti kita ke monas yah" kata Bapak nya Azis. Mata Azis langsung berkaca-kaca dan berkata "Gak mau belajar, aku cape" tangan nya dilipat di dadanya. "Lhooo cape ? perasaan tadi main game gak keliatan cape, tapi pas handpone nya diambil bilang cape. Haduhhhh capean juga kakak Zis, dari Pasar Rebo langsung ke Clincing demi Azis". Dalam hati gue ngomong nya, hehe. Gue rayu-rayu, gue ajak ngobrol tapi tetap begitu, terus dia bilang "Aku mau jajan" Yaudah sana jajan dulu, abis jajan belajar yah... gue suruh gitu eh dia nyuruh balik, gue yang di suruh ke warung. Oke gue turutin, gue ke warung terus jajan buat dia. Balik dari warung dia malah protes, "Aku gak mau itu, aku mau nya nabati 4". "Gak ada sayang nabati nya, udah itu aja yah!" Selesai debat makanan, belajar dimulai, belajar sambil makan. Gak apa-apa yang penting dia mau belajar. Disela-sela belajar dia asyuk nepokin nyamuk dan matiin semut yang di lantai. Gue liatin aja, semakin diliatin semakin banyak aksi nya nepokin nyamuk dan matiin semut nya sambil bilang "Aku ngancuriin nyamuk dan semut nya dulu ya, biar dia gak jahatin kamu" Zzzzzzzzzzzzzttttt tepok jidat X_X Terpengaruh sama game, bahasa nya jadi gitu. Semut aja di hancurin.

Segitu aja dulu cerita tentang Azis nya. Hehehehe